Pare-pare, koranharian55, Ketua Umum Perserikatan Journalist Siber Indonesia (Perjosi) Salim Djati Mamma, menduga Pemerintah kota Pare-pare terlalu memaksakan beberapa Proyek sedangkan anggaran tidak ada.
Hal itu dikatakannya, karena terbukti ada beberapa proyek yang dikerjakan oleh rekanan yang terhitung sejak tahun 2021 hingga 2022 lalu, belum dibayar oleh pemerintah kota Pare-Pare,kendati proyek sudah rampung.
Bahkan sejumlah dana proyek lain digunakan untuk membiayai proyek lainnya demi menutupi utang. Hal itu dikarenakan dana proyek itu tidak ada namun tetap dilelang.
Adapun jenis pekerjaan jalan beton di perkintan (Dinas Tata Kota), beberapa proyek strategis di PUPR salah satu contoh jembatan kembar Kecamatan Bacukiki.
Salim Mamma menyebutkan, bukti tidak adanya anggaran Pemkot, dengan adanya pengakuan Kepala badan keuangan Kota Parepare, Agussalim yang konfirmasi oleh Time Berita, Senin (17/04/2023) mengaku, Jika memang proyek yang belum dibayar itu, karena dananya belum masuk serta, rencana penggunan anggaran yang ada di batang tubuh APBD itu hanya astimasi.
“Memang kita ada dana. Dana bagi hasil belum masuk, sehingga disana (PBJ) dilaksanakan tender. Sehingga proyek itu dikerja sementara tidak masuk uangnya. Inilah menjadi utang, “jelasnya.
Salim MAmmamenegaskan jika dalam pengakuan Kepala Badan Keuangan agar para rekanan, ini bisa menjadi pengalaman agar proyek itu tidak dikerjakan jika sudah diakhir tahun.
Salim mengutip pernyataan Kepala Keuangan bahwa setiap tahun Pemkot punya utang. Tapi kalo signifikan, kan jelek. Tahun kemarin itu dibanding tahun sebelumnya itu 50 persen dan tahun ini berkisar 30 persen, “katanya.
Ini semua kembali kepada rekanan, jika memang tidak bisa jangan dikerjakan, karena dampaknya pada pekerjanya yakni buruh dan tukang yang bekerja.
Salim Mamma menyesalkan kepada Pemkot, bahwa dengan pernyataan Plt Kepala BKD Pare-pare menyatakan, walaupun itu di sembunyikan, semua yang ada di APBD itu terbaca di system, walaupun tidak ada dana di Kas Daerah.
Salim Mamma juga menegaskan, jika kontraktor jembatan kembar memasukkan laporan pencairan anggaran 85 persen, namun tidak dibayarkan, karena tidak ketersediaan dana dari Pemkot, berbanding terbalik dengan pernyataan Kepala Badan Keuangan jika Khusus untuk proyek Jembatan Kembar itu dananya masuk 100 persen.Tapi karena pekerjaannya belum selesai, maka dananya digunakan untuk membayar proyek yang lain, tutrnya.
Salim menegaskan jika pada pengusulan anggaran proyek ukl /upl kajian dampak lingkungan proyek itu seharusnya harus jadi sebelum proyek dilaksanakan, tapi kenyataannya proyek selesai terkadang UKL/UPL belum selesai dikerjakan , sehingga dampak lingkungan kadang keluar dari pradiksi, karena analisa lapangan dengan teori tidak sama diduga PPK dan ULP dan pihak ketiga yang buat UKL/ UPL terjadi konspirasi.
DItegaskan pula, proyek tidak boleh dilelang jika tidak ada dana, karena berdampak di pelaksanaan, Dimana harus ada uang muka sebesar 20 -30 persen setelah kontrak dimulai (material on side), dan tahap 2 diprogres pekerjaan proyek 60-80 persen, dana dicairkan lagi sesuai progress perhitungan volume pekerjaan.
Menurutnya dari PP No 22 tahun 2020 tentang pelaksaan UU no 2 thn 2017 tentang jasa konstruksi paragraph 4, pasal 81 ayat Bberbunyi ganti rugi keterlambatan pembayaran (pinalti) ke kontraktor. Bisa jadi dianggarkan ganti rugi tp tidak dibayarkan ke kontraktor
“Saya berharap, aparat penegak hukum (APH) menurunkan tim untuk menulusuri kejanggalan pelaksanaan proyek di Kota Pare-pare, mulai daripelelangan hingga akhir pekerjaan proyek itu, termasuk proses pencairan anggaran tersebut” tegasnya.
Dari pantauan dilapangan, bukan rahasia umumlagi, di beberapa pelaksanaan proyek di Indonesia, para kontraktor mengeluhkan adanya potongan fee kepada mereka, diluar PPN/ PPH, sehingga hamper semua proyek bermasalah dengan mutu dan kualitas karena sudah tidak sesuai anggaran dari hasil lelang, bahkan ada daerah yang menargetkan 15-17 persen, buat fee proyek, tutupnya.(lim)