Pare-pare-koranharian55– ”Aksi Nekat” yang dilakukan pemerintah kota (Pemkot) Pare-Pare, yang melakukan Lelang Proyek tanpa adanya anggaran tersedia, sehingga sudah melanggar Perpres 16 Tahun 2018 Bab VII Pelaksanaan barang dan jasa melalui penyedia.
Hal itu dikatakan CEO 55 Group, Salim Djati Mamma, saat dihubungi via selularnya,Kamis (20/4-2023).
Bung Salim, lebih detail menjelaskan Pada Perpres 16 Tahun 2018 Bab VII tentang pelaksanaan barang dan jasa melalui penyedia bagian ketiga,pelaksanaan kontrak pasal 52 ayat2yang menyatakan PPK dilarang mengadakan ikatan atau menandatangani kontrak dengan penyedia,dalam hal belumtersedia anggaran belanja yang dapat mengakibatkan dilampauinya batas anggaran belanja yang tersedia untuk kegiatan dan biaya APBN/APBD, tuturnya.
Ketua Umum (Ketum) Perserikatan Journalist Siber Indonesia (Perjosi) , juga mantan Dirut Harian Ujungpandang Ekspres ini juga mengatakan, dengan adanya pernyataan dari Plt. Kepala Kepala badan keuangan Kota Parepare, Agussalim, menyatakan tidak adanya anggaran Pemkot, saat dikonfirmasi, Senin (17/04/2023) mengaku, jika memang proyek yang belum dibayar itu, karena dananya belum masuk serta, rencana penggunan anggaran yang ada di batang tubuh APBD itu hanya astimasi, sudah pintu masuk Aparat Penegak Hukum (APH) untuk periksaPPK atau pejabat penentuanggaran, tegasnya.
“sudah jelas aparat penegak hukum sudah bisa memeriksa pejabat yang terlibat pada penetuan lelang proyek itu” tutur Adik Mantan Wakabareskrim Polri ini.
Asesor Sertifikasi Profesi Wartawan BNSP ini, juga menyesalkan pihak DPRD yang meyetujui dan meloloskan pelelangan itu,melalui pengesahan APBD walaupun angka yang tertulis estimasi yang tidak rasional serta mereka ketahui anggaran tidak ada, atau memang pemahaman anggota DPRD tidak sampai bahkan diduga ada perjanjian ketuk palu, sepertinya jadi langkah terakhir utk merujuk ke satu kesepakatan, yang sebelumnya sepertinya dialami oleh dr. Yamin, walaupun hal itu tdk bisa dibuktikan selama ini dan dugaan uang ketuk palu bisa variatif pelaksanaannya.
“Sebenarnya, hampir setiap kota dan kabupaten melakukan ini, dan sebenarnya Pemkot/ pemda bisa berbuat demikian karena ada dukungan dari DPRD, melalui penetapan APBD” jelas Bung Salim.
Mantan Wakil Ketua PWI Sulsel ini juga mengatakan, pada tahun anggaran 2021 estimasi puluhan milyar proyek sudah tidak terbayar dan jadi beban di tahun anggaran 2022, dimana seharusnya DPRD berhati hati dalam pembahasan anggaran utk APBD 2022. Dan seharusnya pada pembahasan APBD tahun 2022 mengurangi program dan kegiatan-kegiatan yang tidak urgen dan anggarannya digunakan untuk membayar proyek-proyek yang belum terbayar di tahun anggaran 2021. Sehingga pada kenyataannya kejadian proyek tidak terbayar terulang lagi di tahun anggaran 2022.
“Karena terlalu dipaksakan menjalankan program dan kegiatan-kegiatan walaupun diduga anggarannya tidak tersedia, dengan demikian besar potensi dugaan DPRD berkonspirasi dgn eksekutif yang pada akhirnya terulang lagi banyak proyek-proyek tidak terbayar ditahun 2022, dan jadi beban di APBD tahun 2023” tuturnya mantan Repoter GlobalTv ini.
“saya berharap pihak aparat penegak hukum sudah harus memeriksa penanggung jawab anggaran, karena ini sudah melanggar, jangan hanya sebagai penonton, karena saya menduga pemerintah semacam ini hanya mengejar fee, kendati anggaran belum ada sehingga saya katakan ‘aksi nekat’, karena sebenarnya besar potensi dugaan mereka mengejar keuntungan setoran proyek, karena aplikasi keuangan ada, tiga pejabat yang mengetahuinya yaitu Walikota, Sekda dan Kepala Badan Keuangan,jadi bohong kalau mereka tidak mengetahui kondisi keuangan Pare-Pare” jelas Bung Salim mantan jurnalis spesialist kriminal ini. imbuhnya.
Ada bocoran bahwa bisa saja PemkotPare-Pare disclaimer tahun ini,karena rupanya masih ada kegiatan tahun 2021 yang belum terbayar di tahun 2022 dan menjadi beban APBD tahun 2023.(ian)