Ketum Perjosi Soroti Kinerja PBJ/ULP Di Sulsel, Seharusnya Menjadi Perhatian Bersama Mencegah Terjadinya Korupsi ( Bagian 2)

MAKASSAR, KORANHARIAN55.COM – Ketua Umum (Ketum) Perserikatan Journalist  Siber Indonesia (Perjosi) Salim Djati Mamma, menyoroti  kinerja PBJ/ULP di Sulsel yang menjadi perhatian bersama untuk mencegah penyalahgunaan bahkan indikasi korupsi tersebut.

Bung Salim,sapaan akrab Ketum Perjosimengungkapkan, untukmencegah terjadinya penyalahgunaan jabatan yang terindikasi akan terjadi korupsi di sektor PBJ/ULP, ada 3 (tiga) yang megakibatkan  terjadi karena Pemerintah tidak memperhatikan  rendahnya kualitas barang dan jasa pemerintah, kerugian keuangan negara, dan rendahnya nilai manfaat yang didapatkan.

“Bukan hanya Polri, KPK, Kejaksaan dan Kehakiman sebagai stakeholder utama pencegah dan pemberantas korupsi, tetapi oleh semua pihak, baik di pemerintahan (kementerian/ lembaga/ Pemda), juga masyarakat sipil, perlu diikutkan”tegasnya.

BungSalim juga mengatakan, Korupsi pengadaan barang dan jasa diawali perencanaan dan penganggaran. Jadi penganggaran sudah dikapling-kapling, sekian jatah buat pihak tertentu, setidaknya ada delapan dokumen yang bisa menjadi acuan investigasi apakah ada tindak pidana dalam suatu proyek.

Pertama, yakni dokumen kerangka acuan kerja (KAK). Dokumen tersebut memuat latar belakang, nama pengadaan barang atau jasa, sumber dana dan perkiraan biaya, rentang waktu pelaksanaan, hingga spesifikasi teknis. Menurutnya spesifikasi teknis bisa dimainkan dengan menaikkan spesifikasi sehingga anggaran menjadi besar.

Juga mengarahkan spesifikasi teknis pada peserta lelang tertentu sehingga hanya satu peserta lelang yang lolos, dokumen riwayat harga perkiraan sementara juga bisa jadi dasar mengulik wajar atau tidaknya suatu pengadaan.

“Dokumen tersebut bisa mengungkap sumber informasi yang digunakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam menyusun HPS. Seringkali HPS, disusun berdasarkan informasi harga dari perusahaan yang akan jadi pemenang tender atau distributor dari semua peserta tender,ungkap Bung Salim.

Setelah itu, Lanjut Bung Salim mengatakan,  ada Standard Bidding Document (SBD) yang dikeluarkan LKPP. Dokumen itu memuat data kualifikasi pengadaan. Lalu, ada surat penawaran peserta lelang, dokumen kerja kelompok kerja unit layanan pengadaan, hingga berita acara penetapan pemenang tender.tuturnya

“setelah itu, baru dibuat kontrak kerja dengan pemenang lelang, seringkali terjadi harga kontrak jauh melebihi harga pasar. Suap dalam pengadaan barang dan jasa menjadi modus korupsi terbanyak yang saat ini” jelas Bung Salim

Ia juga menambahkan, jika pelaku kerap memanfaatkan celah, mulai dari tahapan perencanaan, proses pengadaan, hingga pelaksanaan. Padahal, jika korupsi itu terjadi dalam pengadaan jasa konstruksi, dapat mengancam keselamatan publik.

Bung Salim menambahkan, ada beberapa modus dugaan operandi keterlibatan pejabat publik terutama kabag PBJ ( ULP ) dan perusahaan swasta dalam korupsi PBJ ( ULP ). Pada umumnya modus yang digunakan antara lain,  Suap pihak swasta kepada pejabat publik (  PBJ / ULP ), lalu  Pejabat publik (  PBJ / ULP ) menggunakan perusahaan boneka/ perusahaan tertentu untuk diajak kerjasama menjalani korupsi, serta Kolusi antar peserta tender, penetapan harga, kartel, dan praktik yang tidak kompetitif,

Ada keanehan peserta yang ikut tender proyek, baik proyek di Makassar dan proyek Provinsi Sulsel, rata-rata penawaran itu membuang 20 persen, pada akhirnya perusahaan yang ikut tender hanya bertarung merujuk ke kualifikasi perusahaan karena penawaran rata-rata sama membuang 20 persen dari nila pagu proyek tersebut,tambah Salim

“muncul pertanyaan apakah BPK dalam memeriksa menemukan keanehan ini, sepertinya ada kesepakatan perusahaan yg ikut tender untuk membuang 20 persen dari nilai pagu proyek tersebut,  tutup Bung Salim.(*)