MAKASSAR, KORAN HARIAN 55 โ Ketua Umum Perserikatan Journalist Siber Indonesia (Perjosi), Salim Djati Mamma, secara tegas mengungkapkan adanya kekeliruan fatal dan pelanggaran prinsip-prinsip hukum administrasi negara dalam sistem penerimaan murid baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026 di Sulawesi Selatan. Tak hanya itu, ia juga menuding penetapan Sekolah Unggulan Reguler dilakukan secara sepihak dan tanpa dasar hukum yang jelas, berpotensi melanggar aturan dan merugikan keadilan dalam akses pendidikan.
โIni bukan sekadar kesalahan teknis, tapi kekacauan sistemik yang bisa dikategorikan sebagai maladministrasi terstruktur,โ tegas Bung Salim, sapaan akrab Ketum Perjosi saat dihubungi, Minggu (15/6/2025).
Menurut Bung Salim, Juknis SPMB 2025 yang ditetapkan melalui Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel Nomor 400.3/2847/DISDIK tertanggal 19 Maret 2025, secara administratif ditandatangani oleh Sekretaris Daerah atas nama Gubernur.
Namun ironisnya, ketika terjadi kekeliruan dalam redaksi, perbaikannya hanya dilakukan oleh Kepala Dinas melalui Surat Edaran Nomor 100.3.4/2059/DISDIK tertanggal 25 April 2025.
โIni pelanggaran serius terhadap prinsip hierarki kewenangan. Dokumen resmi yang ditandatangani atas nama Gubernur tidak bisa seenaknya diubah oleh Kepala Dinas. Secara hukum, itu tidak sah!โ tegas Salim.
Tak berhenti di situ, Mantan Dirut Harian Ujungpandang Ekspres, ini juga membongkar fakta bahwa dalam Keputusan Juknis SPMB 2025 tersebut, regulasi yang dicabut justru salah kaprah. Diktum keempat menyatakan pencabutan terhadap Juknis Tahun Ajaran 2023/2024, padahal seharusnya yang dicabut adalah Juknis PPDB Tahun 2024/2025.
โKekeliruan ini menunjukkan kurangnya kehati-hatian dan profesionalisme penyusun kebijakan. Ini bukan sekadar salah ketik. Ini kesalahan substansial dalam tata kelola pemerintahan, regulasi yang dicabut salah dan kronologi kacau,โ ungkapnya.
Poin lain yang disoroti Salim adalah sistem pembobotan nilai prestasi siswa yang digunakan dalam SPMB 2025, menyesatkan dan tidak sesuai Permendikbud. Sebab dalam Juknis awal, terdapat pembobotan berdasarkan TPA adalah
A (86โ100): 100%
B (71โ85): 75%
C (56โ70): 50%
D (41โ55): 40%
E (0โ40): 30%
Tidak Mengikuti: 5%
Namun sistem ini kemudian diubah melalui surat edaran, menjadi formula pengalian rata-rata nilai rapor dengan skor TPA, seperti contoh Nilai rapor: 427 | Skor TPA: 80%, Nilai akhir = 427 x 80% = 341,6
Menurut Ketum Perjosi, sistem ini menyimpang total dari ketentuan nasional yang diatur dalam Permendikbudristek Nomor 3 Tahun 2025 Pasal 20 dan 22.
โPermendikbud menegaskan nilai rapor dan prestasi akademik sebagai dasar. Pengalian dengan TPA sebagai pengubah nilai absolut tidak diatur dalam regulasi nasional. Ini berpotensi diskriminatif dan menyesatkan, serta membuka celah kecurangan akademik,โ tegasnya lagi.
Bung Salim menguraikan, jika kekeliruan makin nyata ketika Dinas Pendidikan Sulsel menetapkan empat sekolah, sebagai Sekolah Unggulan Reguler melalui Keputusan Nomor 188.4/2577/DISDIK tanggal 2 Mei 2025, yakni SMAN 1, SMAN 2, SMAN 5, dan SMAN 17 Makassar, dianggap sepihak dan cacat prosedur, tegasnya.
Ketum Perjosi menegaskan, bahwa penetapan keputusan ini tidak memenuhi prosedur evaluasi mutu pendidikan, tidak melibatkan lembaga independen atau akreditasi, dan bahkan tidak didukung persetujuan formal Sekda atau Gubernur,tambahnya.
โIni keputusan sepihak, tanpa parameter objektif. Tidak ada evaluasi kinerja, tidak ada transparansi, dan sangat potensial merugikan sekolah lain. Ini bentuk nyata dari penyalahgunaan kewenangan,โ katanya.
Menurut Salim, penetapan sekolah unggulan ini juga membawa dampak sistemik, sebab akses masuk ke sekolah-sekolah tersebut hanya dibuka melalui jalur prestasi. Hal ini secara langsung mengesampingkan keadilan sosial dan memperlebar ketimpangan dan kesenjangan akses pendidikan antarwilayah.
โKebijakan ini inkonsisten dengan semangat pemerataan akses pendidikan. Jika semua anak pintar hanya bisa masuk sekolah unggulan, bagaimana nasib sekolah lain? Ini diskriminatif dan tidak mendidik,โ kritiknya.
Bung Salim, yang juga dikenal sebagai wartawan investigatif senior, mendesak agar Ombudsman, BPK, dan Komisi A DPRD Sulsel segera turun tangan, malkukan evaluasi, mengaudit. Ia menilai keseluruhan sistem SPMB 2025 dan penetapan sekolah unggulan tersebut perlu dibatalkan atau direvisi menyeluruh, serta lakukan intervensi Lembaga pengawas.
โKita sedang menghadapi pola pengambilan keputusan yang mengarah pada penyalahgunaan wewenang. Jika tidak ditindak, maka publik akan kehilangan kepercayaan pada dunia pendidikan. Ini bukan sekadar soal teknis, tapi menyangkut masa depan generasi Sulawesi Selatan,โ tutupnya.(tim)
Hai pembaca setia! Temukan solusi media online Anda di





