Pare-pare, koranharian55— Kasus dugaan korupsi fee 5 persen dengan memotong anggaran Dana Alokasi Daerah (DAK) rehab sekolah 2018 Parepare yang bergulir yang ditangani di Polres Parepare sepertinya menguap.
Ketua Umum (Ketum) Perserikatan Journalist Siber Indonesia (Perjosi) Salim Djati Mamma mengatakan, tidak ada alas an sebenarnya Polisi menghentikan dugaan korupsi yangmerugikan Negara,karena sudah memeriksa beberapa kepala sekolah, namun sejak 2019 hinggasekarangtidakadapemberitahuan ada apa pemberhentian kasus tersebut, tegasnya saat ditemui, Selasa (6/6/2023).
Menurut Bung Salim, fee 5 persen yang dipotong dari anggaran DAK ini mencapai Rp 400 juta dari total anggaran sebesar Rp 8,5 miliar.
Bung Salim menuturkan, jika dalam pemeriksaan didepan penyidik, HM jelas salah satu Kepsek SD di Parepare mengakui jumlah 5 persen dari anggaran kontrak ini diambil oleh oknum Dinas Pendidikan dan Kebudayaan tanpa adanya bukti transaksi dan diberikan begitu saja, ujarnya
“Sudah ada beberapa Kepsek mengaku. Memang diambil uang pengerjaan rehab sekolah sebesar 5 persen dari kontrak, sehingga ada apa penyidik tidak melanjutkan kasus tersebut” tegasnya.
Malahan dalam kasus tersebut, seorang mantan Kepsek yakni Hamsiah yang kinisudah purna tugas mengaku, akibat pemotongan yang dilakukan pihak dinas untuk menbangun Ruang Kelas Baru (RKB) membuatnya pusing untuk menutupinya, anggarannya diminimalisir sekali di perencanaan. Makanya dia pusing mengganti dana untuk menutupinya yang harus terpaksa mengambil uang KUR, terangnya.
Selain itu Hamsiah pun juga mendapatkan pemotongan yang dilakukan pada anggaran yang masuk di SDN 23 mencapai Rp 30 juta dari jumlah anggaran yang diterima Rp 600 juta lebih.
“Semua bentuk pemotongan ini pun sudah Hamsina sampaikan ke penyidik Polres Parepare. Dan mengaku sudah empat kali dipanggil untuk diambil keterangannya,”tutur dia.
Bung Salim berharap, agar pihak Polres Parepare menindaklanjuti kasus tersebut, karena ada kerugian negara
Ditempat berbeda, mantan kepala Sekolah atau Kepsek SD Parepare, Ismoyo saat dihubungi mengatakan jika dari awal menolak pemotongan ini mengungkapkan, inisiatifnya berasal dari Sekretaris Dinas (Sekdis) Pendidikan dan Kebudayaan Parepare, Arifuddin Idris, karena dalam hitungan sudah rugi apalagi tidak memasukkan pajak, apalagi harus dipotong fee 5 persen, sangat tidak masuk akal.
“Saya yang pertama kali dimintai dan menolak. Saya ingatkan Arifuddin (Sekdis) saat itu, bahwa saya mau melihat kamu jadi Kadis (kepala dinas), jadi hentikan itu, namun tetap melakukan aksinya.
Ismoyo menegaskan jika tidak ada alasan Polisi untuktidak melanjutkan, karena sudah jelas kasus ini, bahwa Arifuddin yang punya peranan, dalam fee 5 persen itu, tutupnya. (tim)