Ketum Perjosi Soroti Kinerja PBJ/ULP Di Sulsel Diduga Syarat Dengan Pengaturan dan Gratifikasi, APH Diharap Dapat  Cermati

MAKASSAR, KORANHARIAN55.COM – Ketua Umum (Ketum) Perserikatan Journalist Siber Indonesia (Perjosi) Salim Djati Mamma, menyoroti  kinerja PBJ/ULP di Sulsel, diduga  adanya syarat dengan pengaturan dan gratifikasi.

Hal itu dikatakan, saat Ketum Perjosi Salim Djati Mamma, sedang memberikan pengarahan terhadap para kandidat pengurus DPC Perjosi Sulsel dan Sultra, Senin (21/08/2023) di Café Lorongta Makassar.

Menurut Bung Salim, sapaan akrab KetumPerjosi menjelaskan,  titik rawan penyimpangan di sektor PBJ / ULP selama ini telah dimulai dari tahap perencanaan pengadaan.

Ia menambahkan, pada tahap itu, cenderung terjadi penggelembungan (mark-up) anggaran yang merugikan keuangan negara. Kerawanan penyimpangan juga terjadi pada tahap pembentukan lelang, pra kualifikasi perusahaan, penyusunan dokumen lelang, tahap pengumuman dokumen lelang, dan tahap penyusunanan harga perkiraan sendiri.

“jika ini berlangsung terus Aparat Penegak Hukum tidak tegas, dalam mencermati ini, maka kerugian Negara akan terus terjadi”  tegasnya.

Bung Salim Menambahkan, korupsi pada pengadaan barang dan jasa pemerintah ditemukan bahwa korupsi PBJ / ULP  paling banyak terjadi pada 5 tahapan atau proses Antara lain:

  1. Tahap perencanaan anggaran
  2. Tahap perencanaan-persiapan PBJ / ULP Pemerintah
  3. Tahap pelaksanaan PBJ / ULP Pemerintah
  4. Tahap serah terima dan pembayaran
  5. Tahap pengawasan dan pertanggungjawaban.

Bung Salimjuga mengungkapkan, pada proses perencanaan anggaran dan persiapan PBJ / ULP Pemerintah, unsur-unsur yang berpotensi terlibat korupsi meliputi DPR/DPRD, Kepala di Kementerian/ Lembaga/ Pemerintah Daerah, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Pejabat Pembuat Kontrak (PPK), Pimpinan Proyek/Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pimpro/ Pokja ULP), Pengusaha/ Vendor.

Sedangkan pada proses pelaksanaan PBJ / ULP Pemerintah dan proses serah terima dan pembayaran unsur yang mungkin terlibat meliputi PPK, Pimpro/Pokja ULP, Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Panitia Penerima Barang, Pengusaha/Vendor. Kemudian pada proses pengawasan dan pertanggungjawaban unsur yang mungkin terlibat adalah PPK, Pimpro/Pokja ULP, BPK/BPKP, Penegak Hukum. Tambah Bung Salim.

Bung Salim juga  menegaskan, ada beberapa modus operandi keterlibatan pejabat publik dan perusahaan swasta dalam korupsi PBJ / ULP. Pada umumnya modus yang digunakan antara lain

  1. Suap pihak swasta kepada pejabat publik
  2. Pejabat publik menggunakan perusahaan boneka/ perusahaan tertentu untuk diajak kerjasama menjalani korupsi
  3. Kolusi antar peserta tender, penetapan harga, kartel, dan praktik yang tidak kompetitif.

Dijelaskan, berdasarkan Perpres No. 12 Tahun 2021, ada tiga metode evaluasi penawaran penyedia dalam pelaksanaan tender PBJ/ ULP Metode tersebut meliputi sistem nilai, penilaian biaya selama umur ekonomis, dan harga terendah.

“Sayangnya, dalam proses evaluasi yang dilakukan oleh Pokja ULP, perusahaan konstruksi dengan penawaran tertinggi berhasil memenangkan proyek” tegasnya

Bung Salim menuturkan, jika Suap dalam pengadaan barang dan jasa, menjadi modus korupsi terbanyak yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Pelaku kerap memanfaatkan celah, mulai dari tahapan perencanaan, proses pengadaan, hingga pelaksanaan. Padahal, jika korupsi itu terjadi dalam pengadaan jasa konstruksi, dapat mengancam keselamatan publik,

Sekali lagi Bung Salim berharap keada APH, dapat bertindak dan cermat dalam dugaan kasus ini, karena saat ini pihak APH sedang bersih-bersih, tutupnya  (bersambung) (*)