PAREPARE, KORAN HARIAN 55– Berhembus keras isu jika Penjabat (Pj) Wali Kota Parepare Akbar Ali, dikabarkan segera melakukan mutasi dan rotasi pada lingkup Pemerintah Kota Parepare, kabar mutasi ini sudah terdengar dan bukan menjadi rahasia umum lagi, dikalangan ASN Pemkot maupun Masyarakat Parepare, beberapa nama akan menjabat.
Ketua InCare Andi Ilham menilai, berdasarkan aturan, Pj Wali Kota Parepare tidak serta merta bisa melakukan mutasi karena kewenangannya terbatas. Lazimnya Penjabat hanya bertugas untuk mengawal jalannya pemerintahan sampai terpilihnya kepala daerah definitif.
“Jika mutasi itu nantinya benar terjadi. maka Pj Walikota Parepare telah menabrak etika sebagai seorang penjabat,” ungkanpnya saat dihubungi via selularnya Jumat (12/01/2024) .
Dirinya menjelaskan, kendati Mendagri telah mengeluarkan surat edaran izin kepada seorang Pj untuk melakukan mutasi, tapi alasannya harus jelas dan tetap terbatas.
“Kalau kita baca aturannya, surat edaran itu berpotensi bertentangan dengan undang-undang. Apalagi dalam 6 bulan terakhir Kota Parepare telah melakukan pergeseran dan pengisian pejabat pada masing-masing SKPD yang kosong dan telah melalui Proses Lelang Jabatan (shelter),” jelasnya.
Dandi Ilham juga mengungkapkan, terkait dengan dibolehkannya mutasi berdasarkan surat edaran Menteri Dalam Negeri sifatnya sangat terbatas dan harus dengan kriteria tertentu.
“Saya kira Proses mutasi terhadap ASN itu hanya boleh dilakukan oleh Pj Bupati atau Pj Walikota, hanya dalam dua kondisi, pertama ASN itu terbukti melakukan tindakan korupsi, kemudian yang kedua, ASN itu tidak mendukung program strategis nasional. Jadi jelas kriterianya,” lanjutnya.
Ia juga menambahkan, seharusnya semua pihak yang berkepentingan pada persoalan rencana mutasi ini memahami bahwa berdasarkan Pasal 132A Ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
“Yang diperbolehkan melakukan rotasi hanya pejabat pembina kepegawaian (PPK) atau kepala daerah. Nah Pj. Walikota atau Pj Bupati itu bukan PPK dan bukan juga Kepala Daerah.
Berdasarkan norma ini sepatutnya Rencana ini bisa ditinjau kembali sehingga tidak menimbulkan kegaduhan nantinya atau multi tafsiR dikalangan ASN sendiri maupun di masyarakat,” tambahnya.
Dikhawatirkan, jika gerbong mutasi tetap dilakukan maka akan terkesan terburu-buru dan bisa saja merusak stabilitas serta harmonisasi dalam tatanan pemerintahan yang telah terbangun yang ada saat ini.
“Saya berani katakan ini dengan tegas, jika Penjabat sampai melakukan mutasi ASN maka jelas dia menabrak etika sebagai seorang penjabat yang berlaku seolah-olah sebagai Kepala Daerah, dan itu berbahaya bagi stabilitas daerah ini,” bebernya.
Dia mengatakan, sebelum melakukan mutasi, sebaiknya Pj. Walikota atau Bupati harus membuktikan bahwa ASN yang akan dimutasi itu benar-benar tidak mendukung program strategis nasional, dan tidak bisa didasarkan asumsi.
“Sepanjang ia tidak bisa membuktikan maka mutasi yang dilakukannya tidak sah, sebab edaran Mendagri sekalipun bertentangan dengan norma hukum diatasnya memberikan batasan itu, dan bagi ASN yang diberhentikan karena korupsi maka harus ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap,” jelasnya.
“Jika syarat-syarat itu tidak terpenuhi maka bisa saja Kebijakan Mutasi tersebut pantas untuk dilaporkan sebagai Perbuatan Oknum Penjabat yang melanggar Aturan,” ungkapnya(del)