PARE-PARE, KORAN HARIAN 55 – Sejak menjabat sebagai Pj Walikota Pare-pare pada akhir Oktoner 2023 lalu, Masyarakat menganggp Akbar Ali tidak mampu meredam permasalahan yang ada di Kota Pare-pare, malah dianggap mempertajam konspirasi dengan lawan penguasa terdahulu (baca Taufan Pawe)
Hal itu dikatakan Ketua Umum (Ketum) Perserikatan Journalist Siber Indonesia (Perjosi) Salim Djati Mamma, saat dihubungi via selularnya Jumat (12/01/2024).
Alasan Bung Salim sapaan akrab Ketum mantan Dirut Harian Ujungpandang Ekspres beralasan, mencontohkan Iwan Asad pada priode TP menjabat sebagai Walikota saat itu di sanksi turun pangkat 1 tingkat dan di non aktifkan, tetapi belum sebulan PJ Walikota Parepare Akbar Ali, langsung angkat Iwan asad jadi staf khusus, selain dianggap melanggar aturan mereka satu alumni dengan Iwan Asad, selain dianggap memperlihatkan melawan kebijakan walikota sebelumnya, kendati hanya staf khusus jabatan non struktural tapi dengan mengangkat ASN yang lagi menjalani sanksi di posisi itu menjadi pertanyaan besar butuh penjelasan dari Pj Walikota Pare-pare, jelasnya.
“ini yang membuat masyarakat resah, masa pejabat yang kena sanksi hukuman hanya sebulan setelah tergantinya Topan Pawe langsung diangkat sebagai staf khusus, bagaimana bisa pemerintahan berjalan, dan itu menimbulkan kecemburuan diantara ASN dan pejabat lainnya, siapa yang dekat dengan pejabat pasti dapat jabatan, walaupun itu orang yang dinyatakan bersalah”
Bahkan Bung Salim, terdengar issu kabinet mutasi Iwan asad ini rencananya mau di posisikan sebagai kepala inspektorat, sehingga menjadi pertanyaan ada apa ASN yg sedang menjalani sanksi diberikan ruang seperti itu, tegasnya.
“ada aturan yang mengikat larangan untuk Pj Walikota, dan ini sepertinya tidak sesuai ekspektasi masyarakat, akan adanya perbaikan yangg terlihat hanya mengakomodir orang yang berlawanan dengan oknum penguasa sebelumnya dan mempertajam konspirasi sehingga dapat terlegitimasi konspirasi itu sendiri” tuturnya
Mantan Wakil Ketua PWI Sulsel ini juga menungkapkan, seharusnya Pj Walikota Pare-pare, mampu meredam dan punya banyak solusi ruwetnya permasalahan efek peninggalan oknum penguasa sebelumnya sehingga terjadi suasana kondusif antar sesama pejabat, tambahnya.
Bung Salim juga menegaskan adanya beredar di media sosial, adanya issu beredar akan ada mutase di lingkup Pemkot Pare-pare, yang seharusnya hanya dua orang mengetahui yakni Pj dan tim Baperjakat malah banyak beredar dari orang dekat Pj Walikota yang tidak punya kompetensi untuk menyampaikan dan hal ini bisa meresahkan para pejabat sehingga bisa mengganggu kinerja dan hubungan sosial para pejabat, tegasnya lagi.
“Tersirat issu kabinet mutasi itu hanya mengganti pejabat yang loyal dengan penguasa sebelumnya, yang dianggap pejabat yang loyal dengan penguasa saat ini, sehingga pertanyaannya kalau setiap pergantian penguasa melakukan mutase, Aapakah kualitas dan pencapain kinerja dapat tercapai, ujung-ujungnya nantinya masyarakat yang jadi korban efek perseteruan para pejabatpejabat melalui tangan setiap penguasa baru” jelasnya
Adik Mantan Wakabareskrim Polri Irjen Pol Syahrul Mamma ini juga mengungkapkan, dengan demikian besar potensi terjadinya dugaan Korupsi di semua lini, dan Masyarakat dibuat bingung mana harus dilakukan perbaikan dan mana, apa oknum sebelumnya atau konspirasi itu sendiri yang harus menjadi perhatian untuk perbaikan, tambahnya.
Ia menambahkan, dalam Pasal 132A Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dijelaskan ada 4 poin yang tidak boleh dilakukan PJ, yakni, melakukan mutasi pegawai, membatalkan perizinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perizinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya. Membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya, membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya, jelas Bung Salim
Sedangkan dari surat Kepala Badan Kepegawaian Negara bernomor K.26-304/.10 pada 19 Oktober 2015, ada dua catatan khusus terhadap tugas dan kewenangan PJ, yaitu kewenangan yang dilarang, dan kewenangan yang diizinkan. Berikut catatan dari surat Kepala BKN itu Penjabat kepala daerah memiliki kewenangan mengambil atau menetapkan keputusan yang memiliki akibat hukum (civil effect) pada aspek kepegawaian tanpa mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri yang antara lain berupa pengangkatan CPNS/PNS, kenaikan pangkat, pemberian izin perkawinan dan perceraian, keputusan hukuman disiplin selain yang berupa pembebasan dari jabatan atau pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai pegawai negeri sipil, dan pemberhentian dengan hormat/tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil selain karena dijatuhi hukuman disiplin.
Penjabat kepala daerah tidak memiliki kewenangan mengambil atau menetapkan keputusan yang memiliki akibat hukum (civil effect) pada aspek kepegawaian untuk melakukan mutasi pegawai yang berupa pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam/dari jabatan ASN, menetapkan keputusan hukuman disiplin yang berupa pembebasan dari jabatan atau pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai pegawai negeri sipil, kecuali setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.tutupnya(tim)
Persetujuan Menteri Dalam Negeri Kepada Pelaksana Tugas/Penjabat/ Penjabat Sementara Kepala Daerah dalam Aspek Kepegawaian. Perangkat Daerah
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 14 September 2022
Nomor : 021/5492/ SJ Yth : 1. Gubernur
Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota
Lampiran : – di
Seluruh Indonesia
Hal : Persetujuan Menteri Dalam Negeri Kepada Pelaksana Tugas/Penjabat/ Penjabat Sementara Kepala Daerah dalam Aspek Kepegawaian Perangkat Daerah
Dalam rangka efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, khususnya dalam aspek kepegawaian perangkat daerah, dengan hormat disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Berdasarkan ketentuan Pasal 71 ayat (2) dan Pasal 162 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, mengatur bahwa:
a. Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
b. Gubernur, Bupati, atau Walikota yang akan melakukan penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pelantikan harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri.
2. Berdasarkan ketentuan Pasal 132A ayat (1) huruf a dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pernerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, menegaskan bahwa “Penjabat Kepala Daerah atau Pelaksana Tugas Kepala Daerah dilarang melakukan mutasi pegawa Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
3. Berkenaan dengan larangan mutasi sebagaimana tersebut di atas, dalam angka 2 huruf a Surat Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor K26-30/V 100-2/99 tanggal 19 Oktober 2015 Hal Penjelasan atas Kewenangan Penjabat Kepala Daerah, menjelaskan bahwa, Penjabat Kepala Daerah tidak memiliki kewenangan mengambil atau menetapkan keputusan yang memiliki akibat hukum (civil effect) pada aspek kepegawaian untuk melakukan mutasi pegawai yang berupa pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam/dari jabatan ASN menetapkan keputusan hukuman disiplin yang berupa pembebasan dari jabatan atau pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai pegawai negeri sipil kecuali setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
4. Berkenaan dengan ketentuan tersebut di atas, dengan ini Menteri Dalam Negeri memberikan persetujuan tertulis kepada Pelaksana Tugas (Plt), Penjabat (Pj), dan Penjabat Sementara (Pjs) Gubernur/Bupati/Walikota untuk melakukan:
a. Pemberhentian, pemberhentian sementara, penjatuhan sanksi dan/atau tindakan hukum lainnya kepada pejabat/Aparatur Sipil Negera di lingkungan pemerintah daerah provinisi/kabupaten/kota yang melakukan pelanggaran disiplin dan/atau tindak lanjut proses hukum sesuai peraturan perundang-undangan.
b. Persetujuan mutasi antardaerah dan/atau antarinstansi pemerintahan sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang- udangan.
Dengan demikian, tidak perlu lagi mengajukan permohonan persetujuan tertulis sebagaimana ketentuan dimaksud pada angka 1 (satu) sampai dengan angka 3 (tiga) di atas.
5. Pelaksana Tugas (Pit), Penjabat (Pi). dan Penjabat Sementara (Pjs) Gubernur/Bupati/Walikota agar melaporkan kepada Menteri Dalam Negeri paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak dilakukannya tindakan kepegawaian sebagaimana dimaksud pada angka 3 (tiga). (*)